Rusdy Mastura. Sikapnya yang berani dengan meminta maaf kepada korban pelanggaran HAM Peristiwa 1965-1966, membuat nama Wali Kota Palu Rusdy Mastura menjadi perbincangan dunia.Ini untuk pertama kalinya kepala daerah meminta maaf sehubungan kasus yang peka itu. Menurut Rusdy, permintaan maafnya lebih bernuansa kemanusiaan (HAM) ketimbang politis.
Ia memang dikenal sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi HAM. HAM menjadi landasannya membangun Palu selama dua periode kepemimpinannya (2005-2010 dan 2010-2015). Dengan landasan itu, ia menggagas Zero Poverty, program progresif pengentasan kemiskinan melalui pemberian pekerjaan padat karya kepada keluarga miskin. Program terpadu ini tak hanya memberi pekerjaan, tetapi juga mendidik masyarakat miskin berdisiplin dan memberdayakannya secara ekonomi. Dengan program ini, diharapkan, masyarakat miskin memi liki akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, pangan, dan gizi sehingga tuntutan HAM untuk orang miskin terpenuhi.
Rusdy tak hanya memperhatikan kalangan bawah. Lelaki kelahiran Palu, 8 Februari 1950 ini juga mendorong pembangunan Kota Palu menjadi berbeda. Cara pandangnya jeli. Palu yang bukan penghasil rotan dijadikannya sentra industri rotan Sulawesi Tengah dengan melihat potensinya sebagai kota dagang di Indonesia Timur. Demikian juga dengan komoditas kakao. Dengan cara pandang seperti ini, potensi ekonomi Palu menjadi berkilau. Pantas saja investor berduyun-duyun ke sana sehingga mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Palu, dari Rp18 miliar per tahun 2005 menjadi Rp235 miliar pada tahun 2014.
Dengan prestasi itu, banyak yang menyebut Rusdy adalah pemimpin yang cerdas. Padahal, ia salah satu pemimpin daerah yang bukan sarjana. Jika dulu, saat ia mengemukakan idenya, banyak yang menertawakan, kini ide “aneh”-nya ditanggapi dengan kewaspadaan karena Rusdy bisa mewujudkannya. Moto hidupnya sederhana: Jangan Takut Bermimpi Besar.
Jumlah Halaman : XIV + 332
Harga : IDR 90.000,00